Tags

, , , , ,


Belakangan ini, media diramaikan oleh berita pembangunan gedung KPK yang terhambat oleh mekanisme politik di DPR. Bumbu dari berita ini adalah adanya sumbangan/donasi dari Dahlan Iskan – Menteri BUMN dan persatuan pedagang kaki lima.

Gedung yang sudah direncanakan sejak 2008 lalu rupanya belum dapat disetujui sehingga baru teranggarkan di APBN 2012 sebesar Rp70 Miliar, itupun sampai saat ini dikabarkan masih ditandai bintang (baca: masih belum disetujui). Pembangunan gedung ini lebih dikarenakan gedung lama (yang saat ini digunakan) sudah tidak memadai lagi. Disamping usianya yang sudah 31 tahun, gedung ini juga sudah melebihi kapasitasnya. Jumlah pegawai 600 orang sudah melebihi kapasitas gedung (350 orang), belum lagi berkas yang tidak berada di tempat yang semestinya karena tidak ada ruang tersisa. Pembangunan gedung baru dengan kapasitas 1.300 orang yang terdiri dari 16 lantai diharapkan akan dapat menampung pegawai plus berkas yang merupakan dokumen rahasia.

Sebagai rakyat, tentunya kita bertanya-tanya apakah pembangunan gedung baru itu akan meningkatkan kinerja pemberantasan korupsi? Lalu kenapa DPR enggan untuk menyetujuinya, padahal mereka (DPR) sendiri mengajukan anggaran pembangunan gedung baru yang nilainya triliunan. Masih ingat di benak, berapa biaya untuk renovasi toilet, renovasi ruang rapat, dan biaya perjalanan dinas DPR yang seharusnya bisa dihemat.

Masyarakat tidak seharusnya serta merta ikut dalam dilema pembangunan gedung KPK, perlu dicermati dari berbagai sisi. Dari sisi politik, pelemahan KPK memang sudah terdeteksi dengan adanya ancaman pemotongan anggaran, ketidakinginan adanya superbody dalam demokrasi hingga merevisi undang-undang untuk melemahkan KPK. Dari sisi keuangan negara, perlu mencermati lebih lanjut kondisi APBN. Dan yang lebih penting adalah dari sisi kinerja, bagaimana kinerja KPK dengan adanya gedung baru.